Rabu, 12 Juni 2013

Jalan Cinta

Jalan cinta ini sungguh berliku. Jalan menerjal dengan keringkihan diriku. Melupakan segala selain himmahku. Seringkali cukup utopis menjejaliku.

Langkah pasti itu seakan hanya imaji belaka. Optimis beringsut letih membersamai asa. Jejak risih saatnya dibatasi ruang geraknya. Hingga bangkit kembali bergelora.

Betapapun jalan ini berliku dan terjal. Yakin dan tawakkal pada ketentuanNya adalah cinta yang harus senantiasa dibangun dan diperjuangkan.

Rabu, 05 Juni 2013

Ibu: Rindu yang Tak Terbeli

"Gimana kabar mamamu pagi ini, Zen?" Tanyaku selalu setiap Zen datang dari pusat informasi asrama.

"Mama masih dengan cintanya yang deras mengaliri pembuluh darahku. Masih dengan citanya yang membangun puzzle impianku. Masih dengan doanya yang melengkapi jalan dan jenak hidupku." Jawab Zen selalu membangkitkan kerinduanku kepada Emakku. Memberiku pelajaran penting bahwa seorang Ibu adalah salah satu energi pembangkit yang harus selalu diperbaharui dengan selalu menyapanya, untuk menyerap cinta, cita dan doanya.

Aku mengenal Zen tiga bulan yang lalu. Dia pindahan dari Sekolah Indonesia Makkah. Dia tidak pernah absen setiap pagi setelah menyelesaikan aktivitas paginya, sebelum memulai aktivitas belajarnya, ia selalu sempatkan untuk bercengkrama dengan mamanya di Makkah. Dengan memakai skype dia menyapa mama dan keluarganya di Makkah.

"Kabar emakmu gimana, Didi?" Zen balik bertanya.

"Emakku insyaAllah akan selalu baik-baik saja, Zen." Jawabku, karena frekuensi komunikasiku dengan emak jauh lebih sedikit dan tidak sesering Zen. Padahal dari segi jarak aku lebih dekat dengan emak. Asramaku dan rumahku hanya berbeda kabupaten. Asramaku di Bogor rumahku di Jakarta. Berbeda dengan Zen yang mama dan seluruh keluarganya di Makkah.

"Emakku selalu ada dalam doaku, Zen." Sesekali begitu aku menjawab pertanyaan Zen. Disamping memang aku tidak akrab dengan emakku, hingga kemudian aku bisa menyapanya hanya sepekan sekali. Tidak jarang aku menunggu emak yang menelponku. Pembicaraanku dengan emak datar-datar saja, seputar menanyakan kabarnya, meminta nasehat, maaf dan doanya. Itu saja, tidak seakrab Zen dengan mamanya. Itu saja sudah lebih dari cukup bagiku. Cukup memberiku penyegaran. Cukup membangkitkan macan tidur di dalam diriku.

"Khair, insyaAllah, Didi. Alhamdulillah atas anugerah mama. Allah jualah yang menitipkan rasa rindu. Rasa itu tidak akan pernah terbeli. Kita harus bersyukur masih menyadari arti kehadirannya. Tidak menjadi keharusan yang mutlak kita menyapa mama kita secara langsung. Menyertakannya selalu ada dalam doa-doa kita, juga sebagai penyambung rindu kita kepada ibu kita. Juga akan melahirkan energi yang melimpahi aktivitas kita." Salah satu pencerahan yang Zen bagi, tentang arti ibu dan rindu.