Senin, 24 Desember 2012

Ibu & Pagi

Hari itu masih sangat pagi. Dingin menyusup, nyaris mempora-poranda pertahanannya untuk memulai geliat paginya. Lima lembar dari sepuluh lembar tugasnya belum disentuhnya. Pada jam 8 pagi itu harus dikumpulkan. Mengulang mata kuliah belum dijamahnya. Wirid Al Quran satu juz ba'da subuh belum ditunaikannya. Membuatkan sarapan untuk anak semata wayangnya, Samiyah dan suaminya juga belum dimulainya.

Setumpuk rutinitas yang harus diselesaikan dalam sedikit waktu yang tersedia. Melawan dingin sambil menikmati pagi. Memaksa ingatannya akan sabda model utama bagi kehidupan ini. Muhammad bin Abdillah Saw. Burika li ummaty fii bukuriha. Keberkahan bagi umatku di pagi harinya. Sebuah sabda yang memberikannya semangat yang meluap untuk melewati rutinitas yang sama sebagaimana hari-hari biasa.

Tetiba ia menepikan selimutnya. Bersegera menuju dapur. Mengiris pisang. Meletakkannya di atas permukaan roti. Menaburi sedikit keju dan susu coklat. Ditutup dengan roti lain. Dipotong segitiga. Enam potong berhasil dibuatnya. Kemuadian meletakkannya di tempat pemanggang. Menunggu masak. Tangannya mengambil mushaf yang tersedia di dapur. Mengejanya. Ketenangan menyerapi ruang dirinya. Hangat pun juga memendari pembuluh darahnya.

Dua lembar berhasil dibacanya. Tidak seperti hari biasanya. Tapi cukup melahirkan energi. Semoga cukup untuk jenak pagi sampai menjelang dzuhur. Harapnya. Enam potong roti pisang dan tiga gelas juz jeruk ditata di atas meja makan.

"Samiyah, sarapan yuk!" menghentikan anaknya membaca. Samiyah menganggukkan kepala dan bersegera menuju meja makan.

"Ayah, sarapan sudah siap!" mendengar ajakan istri. Suaminya mengamini dan meninggalkan laptopnya.

Semua melingkari meja makan. Sambil menikmati sarapan yang dibuatnya bersama orang terkasihnya. Tangan kirinya sibuk menulis sisa tugas kuliahnya.

"Menulis apa, bu?" tanya Samiyah.

"Surat cinta untuk dosen" Jawabnya asal sambil melempar senyumnya ke arah suaminya.

"Dosennya laki atau perempuan, bu?" tanya suaminya.

"Kalau perempuan kenapa, kalau laki juga kenapa?" jawabnya balik bertanya.

"Ya ga apa-apa, Bu"

"Kayaknya ada yang khawatir dan cemburu ni, Bu" Timpal Samiyah cengengesan.

Wa lil haditsi baqiyah :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar