Malam itu setelah maghrib di Daarut Tauhid Intercontinental Hotel Makkah. Pertama aku berada dalam majelisnya. Dengan gaya lembut tapi dengan suara yang penuh semangat. Nasehat mengalir. Mengingatkan amanah keberadaan kami di bumi yang paling di berkahi Allah ini.
Selama ini hanya namanya saja yang aku kenal. Malam itu Allah beri kesempatan menyerap sedikit dari lumbung kebijaksanaannya.
"Bersungguh-sungguhlah menjalani amanah kesempatan, mereguk segarnya ilmu Allah dari sumber aslinya, karena umat menunggu antum dengan ilmu yang antum dapatkan di sini" Salah satu nasehatnya yang sempat aku rekam di notesku.
"Setiap pulang cuti sempatkanlah membantu sekitar antum mengenal bahasa surga. Bahasa Arab. Motivasi mereka, hingga tumbuh kecintaan mereka terhadap bahasa pemandu hidup mereka. Bahasa Al Quran. Amal sedikit antum, insyaAllah akan menjadi bekal berharga antum menghadap dan berjumpa Allah." Nasehatnya lagi yang menggerakkan. Hingga Allah lahirkan kemudian pada masa liburanku sebuah khidmah "Kampung Qurani" & "Rumah Bahasa".
"Dalam ketidak-tahuan kami; amat sedih jika Ustadz Luthfi bersalah. Tapi jauh lebih sedih kalau ternyata tidak." Meminjam kicau hikmah Gurunda Salim A. Fillah. Semoga Allah menyegerakan jalan keluar bagi masalah yang sedang menyapanya. Menguatkan dan memuliakannya.